ACEH NUSANTARA SEPANJANG MASA - ACEH NUSANTARA SEPANJANG MASA - ACEH NUSANTARA SEPANJANG MASA - ACEH NUSANTARA SEPANJANG MASA
Karya Anak Bangsa untuk menguatkan Sejarah Aceh Nusantara Sepanjang Masa bersama Bapak Muhammad Nasir, ST.,MM

Kamis, 20 Juni 2013

Daftar Referensi Sejarah Aceh



DAFTAR KEPUSTAKAAN



  • Hasan Tiro - The Unfinished Story of Aceh - Disunting oleh Husaini Nordin Bandar Publishing, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam 2010 
  • Silsilah Raja-Raja Islam Di Aceh dan Hubungannya dengan Raja-Raja Islam Di Nusantara - Hjh. Pocut Haslinda Syahrul waris Tun Seri Lanang ke 8. Pelita Hidup Insani, Jakarta, Indonesia – tahun 2008 
  • Tun Seri Lanang - Sejarah dan Warisan Tokoh Melayu Tradisional - (Tun) Suzana (Tun) Hj. Othman Media Satria Sdn. Bhd., Kuala Lumpur, Malaysia – tahun 2008
  • D arul Islam Aceh - Pemberontak atau Pahlawan -Mawardi Umar / Al Chaidar Serial Konflik Aceh dari Masa ke Masa. Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 2006 
  • Ensiklopedi Pemikiran Ulama Aceh - Tim Penulis IAIN Ar-Raniry, Ar-Raniry Press Banda Aceh – 2004 
  • The Sultanate of Aceh - Relations with the British - Mawardi Umar / Al Chaidar, Oxford University Press, Singapore – 1995 
  • Kebudayaan Aceh dalam Sejarah - A. Hasjmy, Penerbit Beuna, Jakarta 1983 
  • 1960 - 'Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia' karangan Prof. Mahmud Yunus Penerbit Pustaka Mahmudijah 
  • 1961 - Penerbitan buku 'Aceh Sepanjang Abad' oleh Muhammad Said sebagai pengarang dan penerbit. 'Tarikh Aceh dan Nusantara' karangan H. M. Zainuddin terbitan Pustaka Iskandar Muda Med 
  • 1962 - 'Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam' karangan Drs. Sidi Gazalba terbitan Pustaka Antara, Jakarta. 
  • Hasjmy, A. 1961. Ichtiar Susunan dan Sistem Keradjaan Atjeh di Zaman Sultan Iskandar Muda. Banda Aceh: Tidak Diterbitkan.  
  • Langen, van, K.F.H. 1986. Susunan Pemerintahan Aceh Semasa Kesultanan. Alih Bahasa oleh Aboe bakar. Banda Aceh: Dokumentasi dan Informasi Aceh  
  • Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.  
  • Said, Mohammad, H., a. 1981. Aceh Sepanjang Abad (Jilid Pertama). Medan: PT Percetakan dan Penerbitan Waspada medan.  
  • _______, b. 1985. Aceh Sepanjang Abad (Jilid Kedua). Medan: PT Percetakan dan Penerbitan Waspada medan
  • Sufi, Rusdi & Wibowo, Agus Budi, a. 2006. Kerajaan-Kerajaan Islam di Aceh. Banda Aceh: Badan Perpustakaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
  •   _______, b. 2004. Ragam Sejarah Aceh. Badan Perpustakaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.  
  • Sulaiman, Isa. 1997. Sejarah Aceh: Sebuah Gugatan Terhadap Tradisi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
  •  _______, & A.R., Madjid, A. (eds.). Belanda dan Aceh, Sebuah Bibliografi Sejarah. Aceh: Dinas Kebudayaan Aceh. 
  • Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: Kepustakaan Populer Media. 
  • 1962 - hingga 1968 - Jim Siegel, kelahiran Wisconsin (1937) berumur 25 tahun pada tahun 1962, dari Cornell University berada di Aceh. Dia menulis buku 'The Rope Of God'. Beliau datang lagi ke Aceh pada tahun 1999 pada umur 62 tahun dan diwawancara di Hotel Cakradonya untuk buku 'Aceh Merdeka Dalam Perdebatan' terbitan PT Cita Putra Bangsa. 
  • 1963 - 14 April - Teungku Muhammad Daud Beureueh started building a 17 kilometer canal, in Pidie, which is 2.5 meters wide and 1.5 meters deep. It took him a little over 4 months till 18 August at a cost of Rp100 m (US$100,000-00) no one was paid. Every day 300 volunteers came to work and at one time as many as 2,000 people came to work from 8 am till 4 pm.. 
  • He also organized the building of a 12 kilometer road from Lampoih Saka (Pekanbaru District) to Langkasi (Lembang Tanjoeng) 
  • 1965 - T. Hasan Tiro menerbitkan buku bertajuk 'The Political Future of the Malay Archipelago' (Masa Ukeu Politek Donja Meulayu) 
  • 1966 - 'Srikandi Aceh' karangan H. M. Zainuddin terbitan Pustaka Iskandarmuda Medan. 'Analisa Tentang Bustanus-Salatian' karangan Dr. T. Iskandar terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur. 'Raniri and The Wujudiyyah Of 17th Century Aceh' karangan Prof. Dr. Syed M. Naguib Al-Atas terbitan Malaysian Branch of Royal Asiatic Society, Singapore. 
  • 1968 - 'Tawarikh Raja-raja Kerajaan Aceh' terbitan Ajdam 1 Iskandarmuda, Banda Aceh karangan Tgk. M. Yunus Ismail. 
  • 1968 - 4 Mei - Teungku Nyak Arief meninggal dunia di Takeugou Aceh Tengah. 
  • 1968 - T. Hasan Tiro menerbitkan buku bertajuk 'Aceh in World History' (Aceh Bak Mata Donya) di New York. 
  • 1970 - 'Adat Aceh' karangan M. Husin terbitan Dinas P. D. K. propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh.'The Mysticism Of Hamzah Fansuri' karangan Prof. Dr. Syed M. Naguib Al-Attas terbitan University of Malaya Press, Kuala Lumpur. 
  • 1971 - 'Hikayat Prang Sabi Menjiwai Perang Aceh Lawan Belanda' karangan A. Hasymy terbitan Pustaka Farabi, Banda Aceh. 'Acheen' oleh John Anderson terbitan Oxford University Press, London-New York. 'Sari sejarah Serdang' karangan Teungku Luckman Sinar SH terbitan sendiri. 'Miraatut Thullab' reproduksi oleh Universitas Sjiahkuala Darussalam dari naskah lama tulisannya Arab, Darussalam 2 September. 
  • 1972 - Pertamina dan Mobil Oil telah mula mengeksploitasi minyak di utara Lhokseumawe. 
  • 1973 - T. Hasan Tiro menerbitkan buku bertajuk 'One Hundred Years Anniversary of The Battle of Bandar Aceh' (Sireutoih Thon Mideuen Prang Bandar Aceh) di New York. (April 23 1873 hingga April 23 1973)9 
  • 1976 - T. Hasan Tiro menerbitkan dua buah buku bertajuk 'The Struggle for Free Aceh (Perdjuangan Aceh Meurdehka) dan 'The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Teungku Hasan di Tiro' (Jum Meurdehka: Seunurat Njang Gohlom Lheueh Nibak Teungku Hasan di Tiro) - 238 halaman. Juga sebah artikel berjudul The Legal Status of Aceh-Sumatra in Internasional Law 
  • (Muka surat 41 & 42 buku 'Hasan Tiro & Pergolakan Aceh' oleh Abu Jihad) 
  • 1980 - November - T. Hasan Tiro menulis article bertajuk 'The Legal Status of Aceh Sumatra under international Law. 
  • 1985 - Penerbit filem Eros Djarot menerbitkan filem berjudul 'Cut Nyak Dien.' 
  • 1985 - 1987 - Professor William Liddle of Ohio University lived in Aceh. Liddle attended Teungku Daud Beureueh's funeral and saw Sanusi Junid present. 
  • http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalamfull.html#ixzz2We9YOOti
  • http://www.atjehcyber.net/2011/04/kesultanan-aceh-darussalam-full.html#ixzz2WeSUJZ4t

Rabu, 19 Juni 2013

Kesimpulan & Daftar Pustaka



BAB VI
PERJUANGAN ACEH SETELAH BERGABUNG DENGAN INDONESIA RAYA


6.1.Hasan Tiro Menganggotai Barisan Pemuda Indonesia

Pada tahun 1945 M,  Apabila mendengar berita kemerdekaan bangsa pada tahun ini T. Hasan Tiro yang berumur 20 tahun di kala itu, menancapkan bendera merah putih di kampungnya Tanjung Bungong, Pidie. Dia banyak belajar mengenai nasionalisme dari gurunya HM Nur El-Ibrahimy, menantu Daoed Beureueh, dan dia masuk Barisan Pemuda Indonesia.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 M, Pengisytiharan kemerdekaan dibuat di Jakarta. Aceh menyambut baik pengisytiharan ini, pada tanggal 24 September 1945 M,
Keluarga di Tiro bersumpah untuk Kemerdekaan Indonesia dan  Bendera Merah Putih telah dinaikkan oleh Teungku Umar Tiro dan Teungku Hasan Tiro selalu Ketua Barisan Pemuda Indonesia Lamlo bersama Muhammad Saleh ( Ayahwa Leh). Teungku Umar Tiro sebagai satu-satunya pewaris keluarga Tiro telah bersumpah setia terhadap Republik Indonesia.

Pada tanggal 15 Oktober 1945 M, Ulama Aceh menandatangani deklarasi kesetiaan kepada Indonesia. Termasuk Teungku Muhammad Daud Beureueh.
namun pada sisi kepemimpinan lain di Aceh dari tahun 1945 sampai 1949 masih dalam perang kemerdekaan.

6.2.Aceh Berpecah

6.2.1.   Sejarah Singkat Pecahnya Prang Cumbok

Sekali lagi Aceh berpecah. Sementara ulama dan rakyat menyokong kemerdekaan pihak uleebalang mengambil pendirian yang berbeza. Uleebalang seperti Teuku Nyak Arief, Teuku Hamid Azwar dan Teuku Ahmad Jeunib menyokong kemerdekaan sementara Teuku Daud Cumbok menentang kemerdekaan dan menyokong Belanda kerana baginya Indonesia belum soap untuk mendeka.

Teuku Daud Cumbok adalah watak yang ganjil. Di Pasar Malam Lam Meulo di mana terletak Ibu Pejabat Daud Cumbok, ada perjudian dan hidangan minuman keras, tanda penentangan terhadap ulama. Teuku Daud Cumbok mengarahkan bendera merah-putih diturunkan dan membakar serta merusakkan rumah-rumah ahli PUSA.

6.2.2.   Ulee Balang Mempertahankan Teuku Daud Cumbok

Pada bulan Desember 1945 Akibatnya, pemerintah pusat mengisytiharkan Teuku Daud Cumbok sebagai pengkhianat dan perlu dihukum. Uleebalang menafikan pengkhianatannya.

Pada tanggal 10 Januari 1946 Ribuan rakyat di bawah pimpinan bangsawan, ulama dan tentera (ABRI) telah menyerang Ibu-Pejabat Cumbok di Lam Meulo. Pertarungan bersenjata berlaku selama 3 hari. Hari keempat pasukan Cumbok lari ke hutan. Pertarungan tamat pada 17 Januari, tetapi kemarahan rakyat berterusan. Rumah Teuku Oemar Keumangan bernilai Rp12 juta (wang di waktu itu) dibakar; dan Teuku Ahmad Jeunib yang menyokong kemerdekaan juga terkorban. Ramai rakyat termasuk kanak-kanak yang tidak bersalah turut terbunuh. Mengenang banyak yang terkorban dari kalangan yang tidak bersalah maka Lam Meulo telah ditukar nama menjadi KOTA BAKTI.

6.3.Catata Singkat tentang Perjuangan Aceh untuk Indonesia

6.3.1.   Teungku Hasan Tiro Tinggalkan Aceh

Pada tanggal 4 Mei 1946 M, Teuku Nyak Arief meninggal dunia di Takengon.
Pada tahun 1947 M, Abu Mansur Ismail mula menjadi adjutant Teungku Daud Beureueh sehingga beliau meninggal pada tahun 1987.

Pada tanggal 1 Juni 1948 M, Teungku Daud Beureueh menubuhkan Tentera Nasional Indonesia untuk Aceh, Langkat dan Tanah Karo.

Pada tahun 1948 M, T. Hasan Tiro kembali ke Atjeh pada akhir tahun sebagai staf Wakil Perdana Menteri Sjafruddin Prawiranegara yang memimpin pemerintah darurat Indonesia dari Atjeh sampai pertengahan tahun1949

Pada Tahun 1949 M, Belanda menyerah Aceh ke tangan Pemerintah Indonesia.


6.3.2.   Kota Raja Menjadi Ibukota Negara Indonesia



Pada tahun 1949 M, Ibu Kota Republik Indonesia berpindah ke Kutaraja (Kini Banda Aceh) kerana antara tahun 1945 hingga 1950 seluruh daerah Indonesia sudah dikuasai semua oleh Belanda (Abu Jihad dalam bukunya Hasan Tiro & Pergolakan Aceh)

Pada tahun 1950  T. Hasan Tiro kembali ke Yokyakarta untuk melanjut studinya.

6.4.Aceh kembali Bergejolak

Dalam Catatan Sejarah Aceh ; pada tanggal 14 Agustus 1950  Indonesia mula menjajah Aceh, dengan segala bentuk propaganda yang dilakukan Indonesia terhadap Aceh, pertama Indonesia memerintahkan kepada Mohammad Natsir untuk membubarkan Daerah Aceh pada tanggal 23 Januari 1951 Status Aceh sebagai sebuah daerah telah dibubarkan oleh cabinet Mohamad Natsir dan Aceh diletak di bawah Sumatera Utara, kemudian para pendekar rakyat waktu itu kesal terhadap Indonesia.

6.4.1.   Ulee Balang Menumbuhkan BKR (Badan Kesadaran Rakyat)

Pada tanggal 8 April 1951 Uleebalang menubuhkan Badan Kesedaran Rakyat (BKR) untuk menentang PUSA. dan pada tanggal 8 Oktober 1951 Teungku Daud Beureueh menulis Surat kepada President RI menyatakan rakyata Aceh dari indifference to impatience to revolt. Pada tanggal 13 Maret 1953 Teungku Daud Beureueh bersama Amir Husin al Mujahid berunding dengan Kartosoewirjo di Bandung.

Pada tahun 1953 pembentukan DI/TII di Aceh dan saat itu Teungku Daud Beureueh adalah tokoh kunci dalam pergolakan DI/TII di Aceh.
Dan seterusnya pada bulan April 1953  Dalam persidangan PUSA di Langsa, berikutan Konggres Ulama Aceh (atau Indonesia) yang diadakan lebih awal di Medan, keputusannya dibuat untuk menentang Jakarta.

6.4.2.   Aceh Menganggotai Darul Islam Indonesia (DII)

Pada tahun 1953 sampai 1964, terjadinya Peristiwa Darul Islam Indonesia yang disingkat dengan (DII) serta menelan korban rakyat Aceh sebanyak 4,000 jiwa orang Aceh syahid. dan seterusnya pada tanggal 20 September 1953, DI/TII menyerang serentak ke Lhoong, Indrapuri, Keumang, Garot, Matang Glumpang Dua dan Bireun. Kemudian melancarkan serangan ke Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, Langsa dan Takengon.

Pada tanggal 21 September 1953 Teungku Daud Beureueh membuat pengisytiharan Pendirian Kerajaan Islam Aceh yang menolak Pancasila dan menjadi sebahagian dari Darul Islam Indonesia mengikut jejak Kartosoewirjo di Jawa Barat.

Pada tanggal 2 November 1953 Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo telah menafikan di dalam persidangan Dewan Perwakilan mengenai wujudnya sebuah senarai hitam atau 'Les Hitam' yang mengandungi nama 300 (190) orang tokoh Aceh yang mesti dibunuh di Aceh sebagai 'Serambi Mekkah, atau 'Tanah Jeumpa'.
Serta seterusnya pada tahun 1954  Rosihan Anwar bertemu Hasan Di Tiro - di New York

6.4.3.   Peristiwa Pulot Cot Jeumpa

Pada tanggal 26 Februari 1954 terjadinya Peristiwa Pulot Cot Jeumpa berlaku. Pada hari ini TNI Batalion 142 dari Sumatera Barat menyerang tentera Darul Islam dalam kawasan Lho Nga di Aceh Besar. Kerana gagal menemui musuh mereka di kampung Cot Jeumpa mereka menjadi marah. 25 orang petani kampung yang tidak bersalah telah ditembak mati di situ. Dua hari kemudian TNI mengamok lagi di kampung Pulut yang berdekatan. Mereka memukul sampai mati 64 orang nelayan di kampung itu termasuk orang tua dan kanak-kanak.

pada tanggal 1 September 1954 T. Hasan Tiro menulis surat ancaman kepada Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untuk menghentikan kekerasan ke atas rakyat sipil Aceh.
Seterusnya kejadian demi kejadia terus bergejolah di Aceh sampai pada tanggal 26 Februari 1955 Peristiwa di Kampung Pulot, Cot Jeumpa Leupeung Aceh Besar di mana 99 warga sipil ditembak oleh puluhan tentera Indonesia dari Batalion B pimpinan Simbolon dan Batalion 142 pimpinan Mayor Sjuib. Tuntutan self determination diajukan kepada rezim Soekarno.

Peristiwa Pulot Cot Jeumpa ini, mengikut Ahmad Chatib Amarullah seorang pemberita yang berumur 73 tahun pada tanggal 25 Agustus, telah dilaporkan dalam surat khabar Peristiwa terbitan 3 Maret, dan dipetik oleh Indonesia Raya dan New York Times. Masyarakat Aceh di Jakarta mendesak Perdana Menteri Ali Sastramijoyo supaya mengirimkan peneliti ke Aceh, tetapi kerana kemenangan TNI ke atas kubu pemberontak di Tangse dan Takengon maka Ali berazam untuk menghancurkan pasukan Teunku Muhammad Daud Beureueh.

Pada bulan Juni 1955 Soekarno dan Hatta mengirimkan wakil untuk berunding dengan pemberontak tetapi usaha ini gagal.
Seterusnya tanggal 23 September 1955  Rapat di Batee Kureng dihadiri 87 orang tokoh menghasilkan program Bate Kureng yang antara lain menyatakan Aceh merupakan bagian dari NII/SM. . sebagai Wali Negaranya ialah TMDB, pada tahun 1956 Komandan Militer Wilayah Aceh Kolonel Sjamaun Gaharu memperkenalkan konsep baru bernama 'Wise Principle' atau 'Prinsip Kebijakan' di mana sementara operasi militer berjalan terus tetapi usaha mencari perdamaian juga diteruskan.

Pada tanggal 15 – 19 September 1956 Kongres mahasiswa, pemuda dan tokoh-tokoh masyarakat Aceh yang berlangsung di Medan yang antara lain menyatakan penyelesaian keamanan di Aceh. Pada tahun 1957 - 'Singa Aceh' karangan H. M. Zainuddin terbitan Pustaka Iskandarmuda Medan.

6.4.4.   Perjanjian Lamteh

Pada tanggal 8 April 1957 Pertemuan antara KDMA/Pemerintah Daerah dengan pimpinan DI di Lamteh Aceh yang melahirkan 'Ikrar Lamteh' Dengan 'Ikrar Lamteh' gencatan senjata telah diisytiharkan. Setelah perjanjian ini Perdana Menteri Djuanda telah melawati Aceh. Panglima DI//TII Hasan Salleh, didampingi oleh Perdana Menteri Hasan Ali, telah meminta Perdana Menteri Djuanda memasukkan Aceh sebagai sabuah negeri dalam Indonesia. Kerana ini berbau federalisma maka Djuanda menolak kerana Indonesia sudah pun menjadi republik. Kerana itu Daud Beureueh telah mengarahkan Perdana Menteri Hasan Ali supaya membatalkan ceasefire. Di waktu itu banyak anggota Polis telah menyokong TII/DII dan membawa bersama 300 pucuk senjata.

Pada 9 April 1957 Komandan KDM Aceh mengeluarkan perintah penghentian pertempuran dengan DI di Aceh.

Pada tahun 1958 Buku 'Demokrasi Untuk Indonesia' karangan Teungku Hasan di Tiro diterbitkan. 181 halaman. Dalam buku itu T. Hasan di Tiro menyatakan: Pancasila bukan filsafat, suatu ideologi yang hidup dalam masyarakat Indonesia'. T. Hasan berpendapat Islamlah yang dijadikan filsafat atau ideologi negara kerana Islam selain falsafah juga suatu ideologi dan ugama yang hidup dan berakar dalam masyarakat Indonesia.  Islam adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mempersatukan sebagian besar dari bangsa-bangsa Indonesia yang alamnya, sejarahnya, bangsanya, bahasanya, kepentingan ekonominya, politiknya dan adat istiadat tidak pernah mengenal kesatuan itu. T. Hasan juga menolak bentuk ketatanegaraan Republik Indonesia yang bersifat unitaris, kerana bentuk seperti itu akan menimbulkan dominasi suku. Bentuk negara sistem federal adalah tepat untuk Indonesia, yang pembagian daerahnya berdasarkan suku bangsa. Dalam negara federal tajaan T. Hasan terdapat dua jenis Dewan Perwakilan iaitu Dewan Rakyat yang dipilih melalui pemilu dan Dewan Bangsa yang mewakili massing- masing suku.

Pada tahun 1959  Penerbitan buku 'Gajah Putih' karangan Tgk. M. Yunus Ismail terbitan Lembaga Kebudayaan Aceh, Banda Aceh. 'De Hikayat Aceh' karangan Dr. T. Iskandar terbitan N. V. Nederlandsche Boeok En Steendrukkerij, 'S-Gravenhage Nederland. 'Rencong Aceh di Tangan Wanita' dikarang dan diterbitkan oleh Ilyas Sutan Pamiran di Jakarta.

Pada tahun 1959 Ceasefire berhasil walaupun Teungku Daud Beureueh masih belum mahu turun dari rimba, namun pada 15 Maret 1959 Hasan Saleh selaku Kepala Staf Angkatan  Darat DI/TII di Aceh mengambil alih pimpinan DI/TII Aceh, kemudian membubarkan kabinet Hasan Ali dan membentuk Dewan Revolusi yang diketuai oleh A. Gani Usman.

Presiden RI pada tanggal 15 Agustus 1959 mengeluarkan surat keputusan No. 180 yang isinya memberi amnesti dan abolisi kepada anggota DI/TII di Aceh yang kembali dengan sedar. Dan saat itu pula ada rancangan penubuhan Republik Persatuan Indonesia. sehingga pada 23 November 1959  KASAD Lt. Jend. A. H. Nasution melantik WAMIL yang berasal dari DI/TII Aceh di Leupung, seterusnya pada 24 Novemver 1959 Perlantikan WAMIL di Metareuem

6.4.5.   Proklamasi Republik Islam Aceh (RIA)

Pada tanggal 15 Agustus 1961, membuka Sejarah Baru Aceh dengan Tarikh Proklamasi Republik Islam Aceh oleh Teungku Muhammad Daud beureueh. Seterusnya Nama Aceh bertukar menjadi RIA yaitu Republik Islam Aceh dan mengangkat pejabat yang menduduki jabatan di RIA antara lain :
1.       Presiden Pertama RIA dijabat oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh
2.       Perdana Menterinya di Jabat oleh Hasan Ali (Hasan Ali kemudiannya berpisah dengan Teungku Daud Beureueh.
3.       Menteri Agama pertama RIA dijabat oleh Teungku Ilyas Leube.
4.       Teungku Hasbi Geudong adalah salah seorang pendiri RIA.

Pada tanggal 29 September 1961 terjadilah Resolusi pimpinan DPR-GR Aceh mendukung sepenuhnya kebijaksanaan penyelesaian keamanan yang dijalankan oleh Panglima.

Pada tanggal 4 Oktober 1961 Tokoh masyarakat Aceh menemui Teungku Muhammad Daud Beureueh. seterusnya pada 9 Oktober 1961 Hasan Ali sebagai Perdana Menteri Republik Islam Aceh kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia di jakarta. pada tanggal 2 November 1961 Panglima KODAM 1/ISKANDAR MUDA Kolonel M. Jasin melakukan pertemuan langsung dengan Teungku Muhammad Daud Beureueh di Langkahan, Aceh Timur. pada 21 November 1961 Panglima KODAM 1/ISKANDAR MUDA mengutus KAS Nyak Adam Kamil memberi surat di bawah Teungku Muhammad Daud Beureueh untuk menghadap Menteri Keamanan Nasional/KASAD Jend. A. H. Nasution. Pada tanggal 12 Desember 1961 Berlangsung rapat staf KODAM 1/ISKANDAR MUDA dengan dihadiri pula oleh Polisi dan Brimob.

Pada tanggal 8 mei 1962 Pimpinan Tertinggi DI/TII Aceh Teungku Muhammad Daud Beureueh 'kembali' ke pangkuan Ibu Pertiwi. dan pada 9 Mei 1962 Hasil rundingan dengan Kolonel Jasin, yang menggantikan Sjamaun Gaharu, pasukan Teungku Daud Beureueh turun dari rimba dengan tenteranya yang dipimpin oleh Teungku Ilyas Leube.

Pada tahun 1972  Teungku Zainal Abidin Tiro, abang kandung Teungku Hasan Di Tiro, dihantar oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh ke Amerika untuk bertanya masanya senjata akan tiba di Aceh dari Amerika. Zainal Abidin melaporkan senjata hampir tiba untuk Aceh berperang. Teungku Hasan meminta abangnya memberitahu Teungku Daud Beureueh keperluan tempat pendaratan helicopter untuk menerima senjata. 2 ha tanah telah disiapkan oleh Teungku Hasbi dan anaknya di desa Nisam, Krueng Geukeuh bersama dengan Kompi Yunus.

Pada tahun 1974  Teungku Hasbi Geudung diutus ke Singapura dan Malaysia oleh Teungku Daud Beureueh, untuk bertemu Teungku Hasan Tiro bertanyakan mengenai senjata. Teungku Hasan memberitahu senjata perlu dimasukkan melalui kapal selam dan tidak melalui udara. Teungku Hasbi dan Teungku Jamil Syamsudin Panton Labu telah diperintah oleh T Muhammad Daud Beureueh untuk membersihkan alue sungai di Simpang Ulim. 280 orang telah menunggu kedatangan kapal selam selama 6 bulan tetapi yang ditunggu tidak tiba.

Pada tahun 1974  T. Hasan Tiro kembali ke Aceh setelah 20 tahun di luar negara. (Mengutip buku Intel Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia (2007) karya Ken Conboy pada halaman 176 diawali dari keputusannya menelepon Kedutaan Indonesia Washington meminta visa kunjungan keluarga. Visa diberikan setelah Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) tidak mempersoalkan serta dukungan dari Dubes Indonesia untuk Amerika Syarief Thayeb yang juga orang Aceh Timur. Hasilnya, Hasan disambut meriah di bandara Blang Bintang Banda Aceh serta dijamu oleh Gabenur Aceh Muzakkir Walad di Meuligoe (Pendopo) Aceh. Pemerintah Aceh menyediakan mobil untuk melakukan lawatan sosial ini.) ms 180.

Pada tahun 1975 - Dr. Mukhtar telah diminta oleh T Muhammad Daud Beureueh supaya bertemu T Hasan Tiro di Bangkok bertanyakan senjata. Dr. Mukhtar dibawa ke Subic Bay di Filipina oleh THT yang menunjukkan senjata di sana. Dr. Mukhtar melaporkan kepada TDB bahawa dia telah lihat dengan matanya sendiri senjata yang begitu banyak untuk memerdekakan Aceh dari Republik Indonesia.

Pada tanggal 4 September 1976  T. Hasan Tiro pulang ke Aceh dan tinggal di sana hingga 29 Maret 1979. Dia terbang dari Amerika ke Tokyo ke Hongkong ke Bangkok. Dengan perahu yang dinakhodai orang Thailand beliau berlabuh di Kuala Tari Pasi Lhok Pidie pada 30 Oktober, 1976. Kepulangan T Hasan Tiro ini semestinya beserta senjata yang lengkap sebagaimana yang dijanjiakan kepada T Muhammas Daud Beureueh. Ternyata dia tidak bawa senjatanya.

Pada saat pertemuan pertama Hasan Tiro, Teungku Fauzi bersama temannya - Ilyas Nurdin, Uzair Jailani, Said Amin Kamaruddin, Teungku Daud Husein (Daud Paneuk) - diajak oleh Hasan Tiro untuk melihat-lihat laut. Pada kesempatan itu Hasan Tiro menyatakan kepada Teungku Fauzi di hadapan Teungku Muhammad Usman Dan Ilyas Nurdin, 'Saya sangat berterima kasih kepada keluarga Dr. Muchtar yang telah menyambut dengan baik rencana kita ini dalam rangka berperang menegakkan negara Aceh', selanjutnya Teungku Hasan Tiro menambahkan 'Apakah rakyat Aceh mahu berperang?' Pertanyaan Teungku Hasan Tiro kemudian dijawab oleh Teungku Teungku Fauzi: 'Rakyat Aceh insya Allah masih seperti dahulu dalam cita-citanya untuk berperang, hanya senjata belum tiba sampai saat ini'.' Hasan Tiro menimpali dengan mengatakan: 'Abang Teungku lebih mengetahui soal ini, di antara kami dengan TMDB telah sepakat dalam beberapa hal penting.'

Setelah melihat-lihat pantai - maksudnya adalah untuk peninjauan lokasi pendaratan senjata, Hasan Tiro pulling kembali. Hasan Tiro sempat minta dana kepada TMDB sebesar Rp12,500,000 ( dari keluarga Dr. Muchtar Rp3,000,000, dari Teungku H. Ilyas Leube Rp3,000,000 dan dari TMDB sendiri Rp6,500,000) untuk ongkos dan biaya beli sebuah bot guna mengangkut senjata. Sesampainya di Lhokseumawe, Hasan Tiro Turin sejenak menjengok Letkol H. Ghani. Setelah berbincang sejenak Hasan Tiro kembali ke mobil Land Rover yang kami bawa. Selanjutnya jalan- jalan ke Komplek PT Arun. Setibanya dalam komplek pabrik dan setelah melihat- lihat pabrik, Hasan Tiro mengatakan: 'Satu tahun lagi pabrik ini sudah kita kuasai.' Kemudian setelah meninjau pabrik itu, kami mengantar sampai ke Medan, dan sehari kemudian Hasan Tiro berangkat keluar negeri.'

Pada bulan februari 1977  T Hasan Tiro pulang lagi ke Aceh setelah 20 hari berada di luar Aceh, Pada tahun 1977  Dr. Muchtar Yahya Teungku Hasbi wisuda di sebuah Universiti di Thailand. Serta pada 20 September 1977 didirikannya Universitas Aceh di Pengunungan Halimun Pidie. Kuliah pertama Universitas Aceh di pegunungan Halimun di Pidie yang dihadiri oleh 50 peserta, dengan Rektor pertama adalah T. Hasan Tiro. Dengan membuka beberapa fakultas didirikan antara lain :
1.       Fakultas Kedoktoran;
2.       Administrasi Masyarakat;
3.       Hukum,
4.       Hubungan Internasional dan
5.       Akademi Militer.

Dr. Muchtar Yahya bersama T Hasan Tiro, dan seterusnya pada tahun 1977 Teungku Fauzi Hasbi Geudong menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata RIA. Dr. Muchtar Yahya Teungku Hasbi Geudong menjadi Presiden RIA Kedua.

Sehingga pada 11 Januari 1978 Teungku Hasan Di Tiro menulis: hari ini ialah hari libur nasional kami, hari Asyura, memperingati pembantaian tragik para keturunan Nabi Besar Muhammad S A W yang terjadi di Karbala pada hari ke sepuluh bulan Muharram, bulan pertama dalam kalendar Islam, pada tahun 61 Hijrah atau 680 MS. Tragedi Karbala telah dipandang sebagai tragedi pribadi bagi setiap Muslim, bagi  setiap keluarga di Aceh, seperti halnya di setiap penjuru dunia Islam lainnya, di mana terdapat sentimen religius dan kesedaran religius yang kuat. Sedemikian kuatnya hingga bahkan nama bulan Muharram, untuk memperingati Karbala, di Aceh lebih terkenal sebagai bulan Hasan-Hussein.

Pada 29 Maret 1979  hari Kamis  T. Hasan Tiro keluar dari hutan yang beliau masuk sejak 1976. Beliau bertolak dari Jeunib ke Malaysia dan seterusnya ke Stockholm dan tidak kembali ke Amerika Syarikat.
Pada tahun 1979  Dr. Zubir Mahmud Menteri Sosial GAM ditembak.

Pasa 11 November 1986 Surat dari T. Hasan Tiro yang diketik di depan Murizal Hamzah  di mana kalimat aslinya berbunyi:

Keu Njang Teugasih
Panglima Angkatan Darat
Negara Islam Atjeh
bak teumpat

Assalamu alaikum w.w.

Secara terbuka, penyebutan Negara Islam Atjeh merupakan titik pijak dari keberadaan AM (Aceh Merdeka). Sedangkan untuk percaturan antara-bangsa, suami dari dora ini mempopulerkan gelar Atjeh Sumatra National Liberation Front (ASNLF). Mengapa harus mencantumkan kata Sumatra? Ini agar mata dunia lebih cepat mengetahui di mana posisi Atjeh berada. MS 181.

(Surat Maklumat Negara Islam Aceh)

Pada tanggal 1 Februari 1991 Di Stockholm, T. Hasan Di Tiro berpidato berapi-api atas tajuk 'Sumatra milik Siapa?' Diterbitkan oleh Biro Penerangan Angkatan Aceh-Sumatra Merdeka.

kemudian pada 3 Mei 1996  Keluar berita dalam Serambi Indonesia menyatakan 12 pesawat pengangkut Hercules C-130 menurunkan 814 orang pasukan payung dari Jawa untuk menyerang GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) di daerah Pidie. Potongan akhbar ini dikirim oleh Teungku Hasan Di Tiro kepada wartawan television Belanda bernama Jelte Rep yang pernah mewawancara beliau di Stolkholm lebih awal lagi.

Dalam wawancara itu Teungku Hasan Di Tiro telah mendakwa bahawa GAM mempunyai tentera terlatih di Libya dan menggunakan senapang AK-47 buatan Rusia. Dalam masa 20 tahun 50,000 rakyat Aceh teas di tangan 250,000 perajurit TNI. Tetapi Aceh tidak dap at ditundukkan. Dan pada tahun 1996 oleh  Wartawan Televisyen Belanda Jelte Rep mengeluarkan filem berjudul 'Atjeh, Atjeh, Documentaire'

Kemudian pada tahun 2000  Davos, Switzerland - GAM dan RI cuba melakukan negosiasi untuk menghentikan konflik melalui jendela kemanusiaan.

Pada Desember 2002 Tandatangan kesepakatan gencatan senjata yang dikenal dengan Cessation of Hostilities Agreement (COHA).

Pada Mei 2003 Berlaku pelanggaran kesepakatan 2002. Aceh kembali ke darurat militer. Kemudian pada tahun 2004  Status darurat militer diturunkan ke darurat sipil. Pada 25 Desember 2004  Tsunami dan Gempa Bumi terjadi di Aceh membawa perubahan dinamis. Seterusnya pada tanggal 15 Agustus 2005 terjadilah Perjanjian Damai Helsinki antara GAM dan Pemerintah Indonesia.